Bingkai
Cerita
Pagi ini jantungku berdetak kencang,
membayangkan hal-hal negative bertemu orang orang tak dikenal. Semakin sampai
ke depan pintu sekolah, semakin kencang dan kuat. Hari ini adalah hari
pembagian kelas. Kulihat nama-nama yang tertempel di depan pintu. Ternyata aku
masuk di kelas X.1.
Langkah kaki pertamaku. Dengan gemetar.
Aneh. Tak seperti biasa memang. Kupikir ini karena aku tak punya kenalan
satupun disini. Aku menuju ke meja paling depan. Meletakkan tasku dan duduk. Murid
yang masuk ke kelas ini memang lumayan sedikit. Mereka menyapaku dengan
senyuman. Manis sekali. Pikiran negatifku mulai berkurang. Mereka pasti
orang-orang yang baik.
Lama kupandangi wajah-wajah asing itu.
Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku. Aku menoleh.
“Hai,”sapa anak itu, seorang gadis yang
agak tinggi.
“Oh, hai,”sapaku kembali.
“Bolehkah aku duduk disini?”tanyanya
sambil menunjuk kursi.
“Bo,boleh,” kataku agak terbata-bata.
“Kamu gugup ya?”
“Eh, iya nih,”
“Nggak perlu gugup, lagian kan nggak
ada yang kenal,”katanya sambil tertawa.
“Justru karena itu…”
“Ooh,, lupa!! Namaku Ira, kamu… Ari??”
katanya sambil menunjuk bet namaku lalu membacanya.
Aku mengangguk.
Pembicaraan terus berlanjut, hingga
seorang guru memasuki ruangan.
“Assalamualikum warahmatullahi
wabarakatuh,”sapa guru itu, sambil menatap kami satu persatu.
“Wa’alaikumsalam warahmatullahi
wabarakatuh,”jawab kami serempak.
“Selamat datang di SMA ini, semoga
kalian dapat mencapai cita-cita kalian disini”katanya lalu mengambil nafas
panjang. “ Disini saya adalah wali kelas kalian,”
Ternyata beliau adalah wali kelas
kami. Kelas X.1. Lalu beliau bercerita panjang lebar. Setelah itu beliau menyuruh
kami memperkenalkan diri di depan kelas. Dan setelah perkenalan lalu pemilihan
pengurus kelas.
Bel pulang sekolah berbunyi.
Menyelesaikan pembicaraan kami dengan wali kelas kami. Matahari memang belum
tinggi. Ya, karena hari ini hanya untuk pembagian kelas. Dan besok, kami akan
menyantap materi-materi dari guru.
***
Di rumah, aku memikirkan teman baruku
itu. Dia orang yang bersahabat. Aku beruntung memiliki teman sepertinya.
Apalagi ia teman sebangkuku. Aku tersenyum. Aku tak lagi takut. Memang apa yang
aku takutkan?? Aku tidak bias menjawabnya, karna inilah aku.
***
Hari ini adalah hari yang
menyenangkan bagiku dan menurutku. Karena aku akan bertemu teman baruku.
Kulangkahkan kaki dengan pasti. Mempersembahkan senyuman terindah. Menuju
lembaga pendidikan, tempat menimbal ilmu.
Seseorang tengah berdiri di depan
pintu kelas, menunggu pintu kelas dibuka oleh penjaga sekolah. Kuamati dia dari
jauh sambil menghampirinya, hingga akhirnya tinggal beberapa meter saja jarakku
dengannya. Aku mengenalinya, ya, dia Ira, teman sebangkuku.
“Hai,”katanya sambil melambaikan
tangan.
“Hai, belum dibuka ya?”
“Iya, pintunya belum dapat
giliran,”katanya lalu tertawa.
Sambil menunggu pintu kelas dibuka,
aku dan dia berbincang-bincang ringan.
“Kamu, disini tinggal dengan orang
tua ??”tanyanya kepadaku.
“Iya, kalau kamu?”
“Aku tinggal dengan tante. Kamu enak ya? Bisa dapat
kasih sayang penuh dari mereka. Kalau aku?”
“Memang dimana orang tua kamu?”
“Mereka bukan di kota ini. Aku rindu
mereka. Sudah lima tahun Ri,”katanya sambil menitikkan air mata.
“Kamu yang sabar ya? Mereka disana
juga rindu denganmu. Aku yakin mereka ingin kamu sukses, tegar, dan masih
banyak lagi. Percayalah kamu pasti bisa!!”
“Terima kasih ya Ri, kamu adalah teman
sekaligus sahabat sejatiku, untuk selamanya…”katanya.
“Pasti Ra!!”kataku
Lalu kami mengaitkan jari kelingking
kami, tanda persahabatan. Inilah awal dari kisah persahabatan kami. Aku
tersenyum, mengawali kisah ini, semoga benar-benar selamanya.
***
Banyak cerita darinya,
cerita-ceritanya membuatku terinspirasi
dan sadar akan arti hidup. Aku memjadi sadar, bahwa aku harus bersyukur. Masih
bisa mendapat kasih sayang dari orang tua setiap hari. Tapi, semua ini tidak
ada yang abadi. Seperti persahabatanku denganya.
Hari yang kelabu, hujan turun di
bulan yang kesebelas ini. Ira sahabatku menangis, inilah pertemuan terakhir
kami. Aku juga tidak tahu,. Akankah kita akan bertemu lagi.
“Kamu adalah sahabat terbaikku. Tapi,
maafkan aku, aku harus pergi.”
“Ya, kamu juga sahabat terbaikku. Aku
senang akhirnya kamu bisa kembali bertemu dengan orang tuamu. Aku juga
perempuan sepertimu. Mempunyai rasa rindu dengan orang tua. Jangan lupakan
aku.”kataku gemetaran
Kami menangis, bersama hujan di bulan
kesebelas ini. Lalu kubuka sebuah kertas, kertas yang sudah kutuliskan sebuah
puisi. Lalu kubaca.
“Bingkai Cerita. Untuk Ira. Dalam bingkai
terlukis indah. Persahabatan yang indah. Indah walau sebentar. Indah walau
jauh. Sahabat, ceritamu masih akan terlukis abadi. Dalam bingkai cerita.”
Kertas itu lalu kuberikan padanya.
Kami berpisah, tapi mungkin akan tetap terlukis dalam bingkai cerita.
NAMA PENA: CAHAYA SENJA
NAMA ASLI: MA’ARIJUL
QUDSIYAH
TEMPAT TINGGAL: JL.
RAYA MAJaPAHIT
ASTOMULYO
DS=2 RT/RW=006/003 Kec. Punggur, Kab. Lamp-Teng, Lampung 34152
AKUN FB: http://www.facebook.com/mtruebred.maarijul/